Jakarta — Jauh sebelum Prabowo Subianto resmi dilantik sebagai Presiden Republik Indonesia, pusaran kekuasaan di lingkar dalam pertahanan sudah mulai bergolak. Bukan karena musuh eksternal, tapi karena gerakan bayangan dari dalam: sekelompok aktor yang bergerak senyap, menyusup ke struktur komando, dan mencoba mengarahkan agenda transisi kekuasaan militer demi kepentingan kelompok tertentu.
Pencopotan — lalu pembatalan — Mayjen Kunto Arief Wibowo hanyalah salah satu gejala dari turbulensi bawah tanah ini.
Pertarungan Sunyi di Tubuh TNI
Gerakan bayangan ini bukan sekadar dinamika mutasi biasa. Ada pertarungan nilai yang lebih dalam: antara para patriot sejati yang ingin menjaga profesionalisme militer, dengan para penjilat kekuasaan yang rela menjual integritas demi kedekatan politik.
Beberapa jenderal progresif yang dikenal memiliki visi mandiri dan rekam jejak bersih perlahan mulai “dipinggirkan” melalui permainan administrasi: mutasi kilat, penempatan tak strategis, atau penghapusan nama secara tiba-tiba dari daftar jabatan.
Di sisi lain, figur-figur yang tak pernah terdengar dalam operasi besar tapi punya “jalur istana” justru melesat naik.
Seorang perwira purnawirawan dengan nada prihatin menyebut, “TNI sedang diganggu. Mereka yang tulus ingin mengabdi sedang diuji oleh mereka yang ingin mengabdi pada kursi kekuasaan.”
Prabowo dalam Pusaran Ujian Kepemimpinan
Sebagai tokoh militer dan Menteri Pertahanan, Prabowo tentu tak asing dengan pola seperti ini. Tapi sebagai Presiden terpilih, ia kini dihadapkan pada tantangan baru: apakah ia akan menjadi pemimpin para patriot, atau dikuasai oleh para penjilat?
Para pengamat menilai, jika Prabowo tidak segera mengambil sikap tegas untuk menertibkan gerakan bayangan ini, maka stabilitas militer dan kepercayaan publik akan terganggu. Bahkan bisa menular ke sektor keamanan, intelijen, dan sipil.
“Presiden terpilih tidak bisa ragu. TNI harus dipimpin oleh mereka yang setia pada negara, bukan setia pada lobi kekuasaan,” ujar analis militer dari UI.
Narasi Baru, Atau Bahaya Lama yang Terulang?
Indonesia sedang berdiri di persimpangan sejarah. Prabowo berjanji pada rakyat tentang transformasi kekuatan nasional—termasuk profesionalisasi TNI. Namun janji itu hanya akan tinggal retorika jika ia membiarkan elit-elit gelap menyusup lewat pintu belakang.
Mayjen Kunto hanyalah satu nama. Di belakangnya ada puluhan patriot yang diam-diam sedang terjepit oleh sistem yang kini tak hanya militer, tapi juga politis dan transaksional.
Gerakan bayangan ini tak terlihat di atas panggung, tapi terasa dalam setiap getaran keputusan.
Pertanyaannya kini:
Akankah Prabowo memimpin TNI sebagai benteng kedaulatan, atau membiarkannya menjadi alat bagi mereka yang hanya ingin dekat kekuasaan?