Jakarta — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut dugaan gratifikasi yang menyeret pejabat Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Temuan awal mengungkap adanya dana yang dikumpulkan dari kepala balai besar di kementerian itu, diduga untuk membiayai pesta pernikahan anak salah seorang pejabat eselon tinggi.
Dugaan tersebut mencuat usai audit internal Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR menemukan aliran dana mencapai Rp10 juta dan US$5.900 (sekitar Rp96 juta) yang dikembalikan oleh pejabat terkait. Namun, KPK menegaskan bahwa pengembalian uang tidak serta-merta menghapus unsur pidana.
“Kami menerima laporan dari Inspektorat Jenderal PUPR dan segera melakukan koordinasi lebih lanjut. Gratifikasi yang melibatkan penyelenggara negara atau ASN harus ditindak tegas,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, Sabtu (1/6).
Ketua IM57+ Institute, Lakso Anindito, mengingatkan bahwa praktik pengumpulan dana oleh bawahan untuk kepentingan pribadi atasan tidak hanya menyalahi hukum, tetapi juga mengancam integritas birokrasi. “Pengembalian uang bukan berarti pidana gugur. Ini harus diselidiki lebih dalam oleh KPK,” tegasnya.
KPK mengapresiasi langkah cepat Inspektorat Jenderal yang langsung merespons laporan tersebut. Namun, lembaga antirasuah itu mengingatkan agar seluruh penyelenggara negara di Kementerian PUPR tidak menerima gratifikasi dalam bentuk apa pun.
Kasus ini menjadi sinyal keras bagi seluruh ASN dan pejabat publik: bahwa budaya gratifikasi, sekecil apa pun, tidak bisa ditoleransi. KPK memastikan akan menuntaskan penyelidikan untuk membersihkan birokrasi dari praktik-praktik kotor yang menodai integritas pemerintahan.