Presiden Prabowo Cabut 4 Izin Tambang di Raja Ampat

Date:

Share post:

RAJA AMPAT – Langkah tegas diambil oleh Presiden Prabowo Subianto dalam menjaga ekosistem laut Raja Ampat, Papua Barat Daya. Melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), pemerintah mencabut izin usaha pertambangan (IUP) milik empat perusahaan tambang nikel yang beroperasi di wilayah sensitif konservasi tersebut.

Keputusan ini tidak hanya dianggap sebagai penegasan terhadap komitmen pemerintah menjaga warisan ekologi dunia, tapi juga membuka tabir siapa sebenarnya aktor-aktor bisnis di balik konsesi tambang yang belakangan menjadi kontroversi publik.

Empat Perusahaan yang Dicabut Izinnya

  1. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)

  2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)

  3. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)

  4. PT Nurham

Keempat perusahaan ini sebelumnya mengantongi izin untuk menambang nikel di kawasan Raja Ampat yang telah ditetapkan UNESCO sebagai Global Geopark sejak 2023. Namun, evaluasi lintas kementerian menyimpulkan bahwa kegiatan mereka berpotensi merusak ekosistem laut, termasuk terumbu karang dan wilayah perlindungan masyarakat adat.

Menguak Siapa di Balik Perusahaan Tambang

1. PT Anugerah Surya Pratama (ASP)

Perusahaan ini merupakan bagian dari jaringan investasi asing, yaitu anak usaha dari PT Wanxiang Nickel Indonesia, yang merupakan bagian dari grup raksasa asal Tiongkok, Wanxiang Group atau dikenal juga dengan nama Vansun Group. Kelompok ini aktif di sektor hilirisasi nikel Indonesia sejak era smelter masif didorong oleh pemerintah.

Dengan latar belakang PMA (Penanaman Modal Asing), PT ASP menjadi simbol masuknya modal luar negeri ke wilayah sensitif ekologis yang menimbulkan kekhawatiran publik.

2. PT Kawei Sejahtera Mining (KSM)

Di balik nama perusahaan ini, tersimpan jejak para taipan nasional. PT KSM diketahui dimiliki oleh keluarga Aguan, yang juga mengendalikan konglomerasi properti Agung Sedayu Group dan kawasan elit Pantai Indah Kapuk (PIK). Nama-nama seperti Susanto Kusumo, Richard Halim Kusuma, dan Alexander Halim Kusuma tercatat sebagai pemilik beneficial.

Yang menarik, Freddy Numberi, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, menjabat sebagai direktur utama PT KSM. Keterlibatan eks pejabat tinggi ini menambah sorotan tajam terhadap konflik kepentingan dan pengaruh elite politik dalam urusan eksploitasi SDA.

3. PT Mulia Raymond Perkasa (MRP)

Perusahaan ini tercatat dimiliki oleh dua individu: Asep Ramdani dan Julius Anggito Tri Priharto, masing-masing memegang 50% saham dan duduk sebagai komisaris serta direktur. Meski tidak sebesar dua perusahaan sebelumnya, MRP juga mengantongi konsesi di wilayah penting Raja Ampat dan tercatat aktif sejak era 2010-an.

4. PT Nurham

Sama seperti MRP, PT Nurham merupakan perusahaan dengan pemilik perorangan: Yulan Aulia Fathana dan Yusuf Abdullah, masing-masing menguasai 50% saham. Dokumen perizinan mereka dikeluarkan pada 2017 dan diketahui belum menunjukkan aktivitas produksi signifikan hingga pencabutan izin dilakukan.

Politik Lingkungan atau Respons Tekanan Publik?

Pencabutan izin ini dilakukan setelah Presiden Prabowo menggelar rapat terbatas pada 9 Juni 2025. Menteri ESDM Bahlil Lahadalia menyampaikan bahwa keputusan ini diambil dengan mempertimbangkan nilai strategis Raja Ampat sebagai kawasan konservasi dunia, serta desakan dari masyarakat adat dan organisasi lingkungan.

Kita tidak ingin Raja Ampat rusak karena tambang. Ini simbol kehormatan bangsa di mata dunia,” tegas Bahlil dalam konferensi pers.

Sebagai catatan, hanya satu perusahaan tambang yang tetap diizinkan beroperasi, yaitu PT Gag Nikel, anak usaha BUMN PT Antam Tbk. Pemerintah menilai perusahaan ini masih menjalankan operasinya sesuai dengan AMDAL dan tidak melanggar batas geopark.

Dukungan DPR dan Harapan Publik

Langkah Presiden Prabowo mendapat apresiasi dari sejumlah legislator. Mufti Anam, anggota Komisi VI DPR RI, mengatakan pencabutan ini harus dijadikan momentum untuk mereformasi sistem perizinan tambang nasional.

“Ini baru awal. Kita harus bersihkan semua izin tambang yang merusak kawasan konservasi,” tegasnya.

Publik, terutama aktivis lingkungan dan komunitas adat Raja Ampat, menyambut baik kebijakan ini. Mereka berharap keputusan ini tidak hanya bersifat politik simbolik, tetapi menjadi pijakan konsisten dalam penyelamatan lingkungan hidup nasional.

Apa Selanjutnya?

Keputusan Presiden Prabowo mencabut izin empat perusahaan tambang nikel di Raja Ampat menandai sebuah babak baru dalam politik lingkungan nasional. Di tengah sorotan terhadap eksploitasi sumber daya alam dan peran oligarki, langkah ini dinilai berani—meski publik akan terus mengawasi konsistensinya.

Siapa pun pemiliknya, ketika kepentingan ekologis dan masyarakat adat dikorbankan atas nama investasi, maka negara memang wajib hadir untuk mengembalikan keadilan.

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Jam Tangan

spot_img

Related articles

Trump Minta Pemimpin Iran Menyerah Tanpa Syarat, Khamenei: Retorika Murahan

Teheran – Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara mengejutkan menyerukan agar Iran—secara khusus Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi...

AS Bersiap Serang Iran: Dunia Hadapi Krisis Baru antara Dua Blok Kekuatan

Washington D.C. – Ketegangan geopolitik Timur Tengah kembali memuncak. Amerika Serikat dilaporkan sedang mempersiapkan serangan militer ke Iran dalam...

COO Danantara : BUMN Rontok karena Salah Urus dan Rekayasa Keuangan

Jakarta, 20 Juni 2025 – Deretan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tumbang dalam beberapa tahun terakhir membuka...

Real Madrid Jadi Unggulan Utama di Club World Cup 2025

Amerika Serikat, 20 Juni 2025 – Klub raksasa Spanyol, Real Madrid, tampil sebagai unggulan utama dalam turnamen perdana...