Jakarta, 10 Juni 2025 — Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) bersama pemerintah tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) Pertekstilan yang ditargetkan menjadi regulasi induk bagi industri tekstil nasional. Salah satu poin krusial dalam draf tersebut adalah rencana pembentukan lembaga atau kementerian khusus yang menangani sektor tekstil dan produk tekstil (TPT) secara terintegrasi.
RUU ini sudah masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Prioritas 2025 setelah tertunda sejak 2016. Pembahasan dipimpin langsung oleh Badan Legislasi (Baleg) DPR dengan melibatkan berbagai pemangku kepentingan industri sandang, termasuk asosiasi batik, pengrajin serat, hingga pelaku usaha ekspor-impor.
“Kita butuh regulasi tunggal yang mengatur industri tekstil dari hulu hingga hilir, termasuk perlindungan pasar domestik dan peningkatan daya saing global,” ujar Wakil Menteri Perindustrian, Faisol Riza.
Isi Substansi RUU
Beberapa poin penting yang termuat dalam draf RUU Pertekstilan di antaranya:
-
Pembentukan lembaga atau kementerian khusus di bawah Presiden yang bertanggung jawab langsung atas kebijakan industri tekstil nasional.
-
Reformasi tata niaga, termasuk perizinan impor tekstil dan perlindungan terhadap praktik dumping.
-
Penyediaan insentif fiskal dan non-fiskal untuk riset, pengembangan SDM, dan inovasi desain lokal.
-
Penguatan hak kekayaan intelektual (HKI) untuk desain tekstil tradisional dan kontemporer.
RUU ini juga dirancang sebagai respons terhadap melemahnya daya saing industri TPT nasional akibat banjirnya barang impor, terutama dari negara-negara Asia yang memproduksi tekstil dengan biaya sangat murah.
Respon Pelaku Industri
Ketua Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) menyambut baik inisiatif ini namun mengingatkan agar kebijakan tidak hanya berhenti di atas kertas.
“Kami mendukung penuh pembentukan kementerian khusus, asal diberikan kewenangan dan anggaran yang kuat untuk mereformasi industri yang sudah lama terpinggirkan,” ujarnya.
Sementara itu, asosiasi pengrajin batik meminta agar RUU ini tidak hanya fokus pada industri besar, melainkan juga mendukung pelaku UMKM sandang tradisional.