Petani Amerika Serikat Alami Krisis akibat Perang Dagang dengan Tiongkok

Date:

Share post:

Sektor pertanian AS terhimpit oleh ketegangan dagang, ekspor anjlok, dan subsidi tak cukup menutup kerugian

Washington — Ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat dan Tiongkok kembali menimbulkan dampak serius, kali ini menghantam keras sektor pertanian AS. Sejumlah asosiasi petani dan perwakilan komunitas agrikultur menyerukan bantuan darurat dari pemerintah federal, menyusul kerugian ekspor yang diperkirakan mencapai lebih dari US$27 miliar sejak tarif timbal balik diberlakukan.

Petani dari negara bagian penghasil utama seperti Iowa, Nebraska, Kansas, dan Illinois menyoroti jatuhnya permintaan dari Tiongkok terhadap komoditas utama AS seperti kedelai, sorgum, dan jagung. Negeri Tirai Bambu sebelumnya merupakan pasar ekspor terbesar bagi kedelai AS, namun sejak 2023 mulai mengurangi pembelian dan beralih ke Brasil dan Argentina sebagai alternatif.

“Kami tak bisa lagi menutupi biaya produksi kami, sementara pasar kami hilang begitu saja akibat keputusan politik,” ujar Dave Nelson, petani kedelai generasi ketiga dari Iowa, dalam wawancara dengan media lokal.

Ekspor Rontok, Petani Merugi

Data dari USDA (United States Department of Agriculture) menunjukkan ekspor kedelai ke Tiongkok turun hingga 75 persen dalam dua tahun terakhir. Bahkan ekspor sorgum hampir terhenti total. Akibatnya, surplus produksi di dalam negeri tidak lagi terserap pasar global, menekan harga di tingkat petani.

Tak hanya itu, beban tarif atas peralatan dan komponen impor yang digunakan dalam produksi pertanian seperti traktor, pupuk, dan pestisida juga meningkat tajam. Glenn Hickman, produsen telur dari Arizona, menyebutkan bahwa biaya operasionalnya meningkat dua kali lipat hanya dalam satu musim.

“Saya memahami pentingnya diplomasi dan strategi dagang. Tapi ketika biaya produksi kami naik dan pasar ekspor kami hilang, kami ini yang jadi korban pertama,” katanya.

Pemerintah Beri Bantuan, Tapi Tak Cukup

Sebagai respon, pemerintah AS melalui USDA mengumumkan paket bantuan baru senilai US$10 miliar bagi petani terdampak perang dagang. Bantuan ini diberikan melalui skema subsidi langsung dan program pembelian hasil tani.

Namun bantuan ini dianggap tidak cukup. Kelompok advokasi petani seperti American Farm Bureau Federation dan National Farmers Union menilai pendekatan jangka pendek tidak mampu menutupi kerugian permanen akibat hilangnya pangsa pasar.

“Subsidi ini seperti obat penghilang rasa sakit. Gejala bisa hilang sementara, tapi penyakitnya tetap memburuk,” ujar Roger Johnson dari NFU.

Kritik juga datang dari organisasi sosial seperti Food & Water Watch, yang menyatakan bahwa subsidi lebih banyak dinikmati oleh agribisnis besar, sementara petani kecil tetap terpuruk.

Ketidakpastian Politik Picu Kekhawatiran

Petani juga merasa frustasi karena tidak ada kejelasan mengenai arah kebijakan perdagangan AS. Sejumlah petani bahkan menyebut kebijakan tarif sebagai langkah “bunuh diri ekonomi.”

Josh Yoder, petani muda dari Ohio, menyatakan:

“Dunia sedang menebak-nebak, apakah pemerintah kita sedang bermain catur atau hanya asal jalan. Kalau ini cuma percobaan, maka kami semua sedang dibawa ke jurang.”

Selain itu, survei dari Midwest Agricultural Report menyebutkan bahwa 68 persen petani menyatakan pesimis terhadap prospek ekspor AS dalam dua tahun ke depan, jika hubungan dengan Tiongkok tidak membaik.

Persaingan Global Menguat

Tiongkok secara aktif memperkuat hubungan dagangnya dengan Brasil dan Argentina. Kedua negara tersebut kini memasok lebih dari 60 persen kebutuhan kedelai Tiongkok, menggantikan dominasi AS sebelumnya.

Ini menunjukkan bahwa dampak perang dagang tidak hanya bersifat sementara, tapi telah menciptakan struktur pasar baru. Dalam dunia yang saling terhubung, kehilangan satu pasar besar bisa berarti kehilangan posisi untuk waktu yang lama.

Petani Beradaptasi: Biofuel dan Diversifikasi

Beberapa petani mencoba bertahan dengan mengalihkan produksi ke sektor lain, seperti biofuel. Kedelai dan jagung diolah menjadi biodiesel dan etanol untuk pasar domestik. Namun ini hanya menyerap sebagian kecil dari total hasil panen.

“Kami mulai memasok jagung untuk pabrik etanol lokal, tapi harga jualnya jauh di bawah ekspor. Margin kami makin tipis,” kata Tom Harris, petani jagung dari Nebraska.

Langkah diversifikasi juga dilakukan: sejumlah petani mulai menanam tanaman hortikultura atau beralih ke produk peternakan. Namun konversi ini membutuhkan waktu, modal, dan pelatihan yang tidak semua petani mampu lakukan.

Tuntutan Petani kepada Pemerintah

Komunitas pertanian kini menyuarakan tiga tuntutan utama:

  1. Negosiasi ulang perjanjian dagang dengan Tiongkok agar tarif pertanian dihapus dan akses pasar pulih.
  2. Peningkatan bantuan jangka panjang, termasuk kredit lunak, asuransi hasil panen, dan pelatihan diversifikasi.
  3. Transparansi kebijakan, agar petani bisa mempersiapkan langkah sesuai dengan arah diplomasi perdagangan.

“Kami tidak butuh belas kasihan. Kami butuh kepastian,” kata seorang petani di Missouri dalam sebuah rapat umum komunitas pekan lalu.

Aksi dan Protes

Sebagai bentuk protes, puluhan traktor melakukan aksi simbolik di Washington DC, membawa spanduk bertuliskan: “CAN’T AFFORD TO FEED YOU ANYMORE.” Aksi ini mendapat perhatian media internasional dan menyorot penderitaan komunitas agrikultur AS.

Aksi protes juga menyebar di media sosial dengan tagar seperti #FarmersUnderFire dan #TradeWarVictims, yang menjadi viral di Twitter dan Facebook.

Kesimpulan: Di Persimpangan Jalan

Sektor pertanian AS kini berada di persimpangan jalan. Di satu sisi, mereka memiliki kapasitas produksi besar dan infrastruktur modern. Di sisi lain, mereka kehilangan pasar utama dan menghadapi tekanan biaya yang luar biasa.

Jika kebijakan dagang tidak segera diubah atau distabilkan, AS bisa kehilangan keunggulan agrikultur globalnya yang telah dibangun selama puluhan tahun. Petani AS tak hanya menuntut uang, mereka menuntut arah dan visi jangka panjang.

Dengan kampanye pemilu mendekat dan tekanan dari komunitas akar rumput meningkat, masa depan kebijakan pertanian AS akan menjadi sorotan politik utama dalam waktu dekat.


Editor: BI News Internasional
Sumber: USDA, WSJ, Guardian, National Farmers Union

TINGGALKAN KOMENTAR

Silakan masukkan komentar anda!
Silakan masukkan nama Anda di sini

Sepatu Casual

spot_img

Related articles

Trump Minta Pemimpin Iran Menyerah Tanpa Syarat, Khamenei: Retorika Murahan

Teheran – Presiden Amerika Serikat Donald Trump secara mengejutkan menyerukan agar Iran—secara khusus Ayatollah Ali Khamenei, Pemimpin Tertinggi...

AS Bersiap Serang Iran: Dunia Hadapi Krisis Baru antara Dua Blok Kekuatan

Washington D.C. – Ketegangan geopolitik Timur Tengah kembali memuncak. Amerika Serikat dilaporkan sedang mempersiapkan serangan militer ke Iran dalam...

COO Danantara : BUMN Rontok karena Salah Urus dan Rekayasa Keuangan

Jakarta, 20 Juni 2025 – Deretan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tumbang dalam beberapa tahun terakhir membuka...

Real Madrid Jadi Unggulan Utama di Club World Cup 2025

Amerika Serikat, 20 Juni 2025 – Klub raksasa Spanyol, Real Madrid, tampil sebagai unggulan utama dalam turnamen perdana...