Jakarta, 20 Juni 2025 – Deretan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang tumbang dalam beberapa tahun terakhir membuka mata banyak pihak bahwa krisis bukan hanya soal angka, tapi juga soal etika dan tata kelola. Dalam sebuah pernyataan yang mengejutkan namun jujur, Chief Operating Officer Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara (Danantara), Dony Oskaria, menyatakan bahwa sebagian besar BUMN yang kolaps adalah akibat salah kelola dan rekayasa laporan keuangan.
Pernyataan ini datang dalam forum terbuka evaluasi BUMN yang digelar di Jakarta, yang dihadiri berbagai pemangku kepentingan, mulai dari regulator, perwakilan BUMN, hingga pelaku pasar modal. Pernyataan Dony menjadi titik balik penting dalam pergeseran paradigma pengelolaan perusahaan milik negara.
Inti Masalah: Manajemen Buruk dan Akuntansi Palsu
Dony menyatakan bahwa tidak sedikit BUMN yang dengan sengaja “menyulap” laporan keuangan agar tampak sehat di atas kertas. Praktik ini bukan hanya menyesatkan publik, tetapi juga merugikan negara secara sistemik.
“Saya tidak suka laba yang dibesar-besarkan. Apalagi jika dilakukan demi kepentingan bonus manajemen. Itu praktik yang harus dihentikan,” tegasnya.
Ia juga mengungkap bagaimana pengakuan pendapatan secara prematur, penundaan pencatatan biaya, dan bahkan pengalihan utang jangka pendek menjadi jangka panjang secara tidak sahih telah menjadi praktik umum di beberapa BUMN besar.
Over-Investasi Tanpa Visi
Lebih lanjut, Dony menyinggung bahaya dari investasi yang tidak didukung studi kelayakan, tetapi tetap dipaksakan atas dasar dorongan politik atau ego manajemen. Banyak BUMN menggelontorkan triliunan rupiah ke proyek-proyek yang akhirnya menjadi “aset mati” — tidak menghasilkan cash flow, tidak bisa dijual, dan malah menyedot biaya operasional.
Contoh konkretnya dapat dilihat dari proyek-proyek infrastruktur yang dibangun tanpa perhitungan matang, seperti pelabuhan tanpa kapal, bandara tanpa rute, atau pabrik pupuk di daerah yang tidak memiliki pasokan bahan baku.
Evaluasi Ulang: Danantara Turun Tangan
Danantara Indonesia, lembaga baru yang diberi mandat mengawasi dan mengelola investasi strategis negara, kini mengambil pendekatan baru dalam menyelamatkan BUMN. Salah satu langkah utama mereka adalah menghentikan praktik penyertaan modal negara (PMN) yang diberikan tanpa evaluasi menyeluruh.
“Kita tidak bisa lagi memberi uang negara ke BUMN yang tidak sehat hanya karena alasan politis atau sekadar menjaga citra,” ujar Dony.
Sebagai gantinya, Danantara akan menerapkan sistem evaluasi berbasis:
-
Kesehatan keuangan aktual (cash flow, utang, rasio operasional)
-
Roadmap bisnis jangka menengah dan panjang
-
Kapasitas manajemen dan governance
-
Efektivitas utilisasi aset dan sumber daya
Pelajaran dari BUMN yang Gagal
Sejumlah kasus menjadi pelajaran penting. Garuda Indonesia, misalnya, sempat melaporkan keuntungan fiktif di masa lalu, yang belakangan terbongkar sebagai hasil dari pencatatan pendapatan sewa pesawat yang belum terealisasi. Jiwasraya dan Asabri adalah contoh kasus BUMN asuransi yang terlibat skandal investasi bodong dan merugikan negara ratusan triliun rupiah.
Menurut Dony, pola yang sama terus berulang:
-
Keputusan investasi tidak rasional
-
Laporan keuangan “dipoles”
-
Bonus dibagikan
-
Masalah baru ditutupi dengan utang baru
-
Ketika utang jatuh tempo, krisis tak terhindarkan
Transparansi dan Akuntabilitas: Pilar Baru
Langkah berikutnya yang akan dilakukan Danantara adalah mendorong transparansi publik. Setiap BUMN yang menerima dukungan negara akan diwajibkan mempublikasikan laporan kinerja, proyeksi bisnis, dan laporan penggunaan dana secara terbuka.
Dony juga menyarankan agar Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dilibatkan lebih aktif dalam memantau proses evaluasi dan restrukturisasi BUMN.
Infografik: Penyebab Umum BUMN Gagal
Masalah | Dampak |
---|---|
Salah urus manajemen | Kerugian operasional, pengambilan keputusan tanpa studi |
Rekayasa laporan keuangan | Laporan tidak sesuai realita, kerugian disembunyikan |
Investasi tanpa kelayakan | Aset mangkrak, tidak menghasilkan pendapatan |
Utang jangka pendek membengkak | Krisis likuiditas |
Penyalahgunaan dana | Korupsi, pemborosan, kerugian negara |
Reformasi Butuh Keberanian
Dony menekankan bahwa reformasi tidak cukup dilakukan di atas kertas. Dibutuhkan keberanian politik untuk menolak PMN ke BUMN yang tidak sehat. Bahkan jika perlu, BUMN yang tak lagi relevan harus dibubarkan.
“Tak semua harus diselamatkan. Jika tidak punya arah dan tidak mampu berubah, biarkan saja mati. Negara tak harus terus jadi penyelamat abadi,” tandasnya.
Arah Baru Pengelolaan Aset Negara
Dengan pendekatan berbasis akuntabilitas, transparansi, dan evaluasi menyeluruh, Danantara mencoba membalikkan arah dari budaya “asal suntik dana” menjadi sistem yang lebih logis dan bertanggung jawab.
Ke depan, publik akan menilai BUMN bukan dari slogan atau iklan televisi, tetapi dari kemampuan nyata mereka menghasilkan manfaat ekonomi dan sosial.