Kolaka Timur — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali membongkar praktik “jual beli proyek” yang melibatkan kepala daerah. Kali ini, giliran Bupati Kolaka Timur, Abdul Aziz, yang ditetapkan sebagai tersangka kasus korupsi pembangunan RSUD Kolaka Timur.
KPK menduga Abdul Aziz tidak sekadar mengawasi proyek strategis daerah, tetapi ikut mengatur jalannya uang. Ia bersama Ageng Dermanto, Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek, disebut meminta komitmen fee sebesar 8% dari nilai proyek, yang jika dikalkulasikan mencapai sekitar Rp9 miliar.
Modusnya sederhana tapi mematikan: Abdul Aziz dan Ageng memanfaatkan kekuasaan mereka untuk “mengunci” kontraktor agar setuju menyetor persentase tertentu dari nilai kontrak. Deddy Karnady, pihak swasta dari PT Pilar Cerdas Putra, ikut berperan sebagai penghubung, menyampaikan permintaan fee tersebut ke rekan-rekan di perusahaan.
KPK menetapkan lima orang tersangka, termasuk Abdul Aziz, Ageng Dermanto, dan Deddy Karnady. Dugaan praktik ini memperlihatkan pola lama yang tak kunjung mati—proyek daerah dijadikan ladang panen pribadi oleh para pejabat yang seharusnya mengelola uang rakyat untuk kepentingan publik.
Skema ini bukan hanya merugikan negara secara finansial, tapi juga menghantam kualitas pelayanan kesehatan. RSUD yang seharusnya menjadi penopang kesehatan masyarakat Kolaka Timur justru berubah menjadi “ATM berjalan” bagi oknum pejabat.
KPK menegaskan akan menelusuri lebih jauh aliran dana, keterlibatan pihak lain, dan kemungkinan kasus serupa di proyek-proyek lain di Kolaka Timur. Publik kini menunggu, apakah penangkapan ini akan diikuti pembongkaran jaringan lebih luas, atau sekadar berhenti di nama-nama yang sudah diumumkan.