Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Mahasiswa ITS Terjun ke Daerah Transmigrasi Lewat Ekspedisi Patriot 2025

Surabaya, 25 Agustus 2025 – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melepas 228 mahasiswa untuk mengikuti Ekspedisi Patriot 2025, sebuah program pengabdian masyarakat yang berfokus...
HomeWorldWorldRusia Menolak NATO dan Mempersilahkan Indonesia Jadi Penjamin Keamanan Ukraina

Rusia Menolak NATO dan Mempersilahkan Indonesia Jadi Penjamin Keamanan Ukraina

Moskow | Rusia menolak kehadiran NATO sebagai pihak penjamin perdamaian, dengan alasan aliansi itu tidak independen melainkan terlibat langsung dalam eskalasi. Sebaliknya, Rusia menyatakan keterbukaan terhadap peran negara-negara nonblok, termasuk Indonesia. Bahkan, Duta Besar Rusia untuk Indonesia, Sergei Tolchenov, secara terbuka mengapresiasi upaya diplomasi Indonesia dalam mendorong solusi damai.

Artikel ini akan membahas lebih dalam sikap Rusia terhadap NATO, posisi Indonesia dalam diplomasi internasional, serta prospek forum Friends for Peace yang kini diikuti oleh 17 negara.

Rusia vs NATO: Penolakan yang Konsisten

Sikap Rusia terhadap NATO bukanlah hal baru. Sejak lama, Moskow menilai ekspansi NATO ke Eropa Timur sebagai ancaman langsung terhadap keamanan nasionalnya. Invasi ke Ukraina pada 2022 sebagian besar dijustifikasi oleh Rusia sebagai langkah “pertahanan diri” dari kemungkinan Ukraina bergabung dengan NATO.

Dalam kerangka itu, keterlibatan NATO sebagai mediator perdamaian dianggap mustahil. Dari perspektif Rusia:

  1. NATO adalah pihak dalam konflik. Dukungan militer, intelijen, dan logistik yang diberikan kepada Ukraina menjadikan NATO bukan mediator netral.

  2. Kepentingan geopolitik. NATO dianggap berusaha mempertahankan hegemoni Barat di kawasan Eurasia, yang bertentangan dengan visi Rusia tentang multipolaritas dunia.

  3. Konsekuensi keamanan jangka panjang. Bagi Rusia, mengizinkan NATO terlibat dalam proses perdamaian berarti memberi ruang pada pengaruh Barat yang justru ingin diminimalisir.

Karena itu, Rusia mencari jalan alternatif dengan melibatkan negara-negara di luar orbit NATO untuk menciptakan platform diplomasi baru.

Indonesia dalam Pusaran Diplomasi Global

Indonesia memiliki posisi unik. Sebagai negara demokrasi besar yang tidak masuk ke aliansi militer manapun, Indonesia sering dianggap relatif netral. Dalam beberapa kesempatan, Presiden Joko Widodo dan jajaran pemerintah Indonesia aktif mendorong solusi damai, baik melalui forum G20 maupun pertemuan bilateral dengan Rusia dan Ukraina.

Rusia memandang Indonesia sebagai mitra strategis dalam diplomasi perdamaian, dengan beberapa alasan:

  1. Warisan Non-Blok. Indonesia adalah salah satu pendiri Gerakan Non-Blok (GNB), yang sejak Perang Dingin memainkan peran penyeimbang antara blok Barat dan Timur.

  2. Kredibilitas Global. Sebagai negara dengan populasi Muslim terbesar dan anggota G20, suara Indonesia memiliki bobot signifikan dalam percaturan internasional.

  3. Pendekatan Ekonomi dan Humaniter. Alih-alih menekankan aspek militer, Indonesia lebih banyak mendorong bantuan kemanusiaan dan stabilisasi ekonomi, yang relatif diterima oleh kedua pihak.

Namun, peran ini juga penuh tantangan. Indonesia harus berhati-hati agar tidak terlihat condong ke salah satu kubu, mengingat hubungan ekonomi dengan AS, Eropa, maupun Tiongkok sama-sama penting.

Forum Friends for Peace: Jalur Alternatif Diplomasi

Salah satu platform yang kini menjadi sorotan adalah forum Friends for Peace yang diprakarsai oleh Tiongkok dan Brasil. Forum ini telah menarik 17 negara, termasuk Indonesia, yang berkomitmen mendorong solusi damai atas berbagai konflik global, termasuk Ukraina.

Tujuan forum ini antara lain:

  • Membangun narasi multipolaritas. Bahwa perdamaian tidak hanya bisa ditentukan oleh blok Barat.

  • Menghidupkan jalur diplomasi alternatif. Memberi ruang bagi negara-negara nonblok untuk berperan sebagai mediator.

  • Mengurangi dominasi geopolitik NATO-AS. Dengan menghadirkan suara negara berkembang, forum ini dapat menekan pihak yang terlibat konflik agar lebih terbuka pada negosiasi.

Keterlibatan Indonesia dalam forum ini sejalan dengan tradisi politik luar negeri bebas-aktif. Kehadiran Indonesia juga menambah legitimasi forum, mengingat reputasi Indonesia di ASEAN dan dunia Islam.

Analisis Risiko dan Tantangan

Meskipun peluang besar terbuka, ada sejumlah risiko yang perlu dicermati:

  1. Tekanan dari Barat.
    Jika Indonesia terlalu dekat dengan Rusia atau forum non-Barat, ada risiko tekanan ekonomi maupun diplomatik dari AS dan Uni Eropa.

  2. Efektivitas Forum.
    Forum Friends for Peace masih baru. Belum jelas apakah forum ini bisa menghasilkan solusi konkret atau hanya sekadar simbol perlawanan terhadap dominasi Barat.

  3. Keterbatasan Indonesia.
    Meskipun memiliki legitimasi moral, Indonesia tidak memiliki kekuatan militer atau ekonomi besar untuk benar-benar memaksa pihak yang berkonflik duduk di meja perundingan.

  4. Kompleksitas Konflik Ukraina.
    Perang Rusia–Ukraina bukan sekadar konflik teritorial, melainkan juga pertarungan hegemoni global. Artinya, peluang perdamaian tidak hanya bergantung pada Rusia dan Ukraina, tetapi juga pada kalkulasi geopolitik AS, Eropa, dan Tiongkok.

Prospek ke Depan: Diplomasi Indonesia sebagai Jalan Tengah

Meskipun penuh tantangan, peluang bagi Indonesia untuk memainkan peran lebih besar dalam diplomasi perdamaian tetap terbuka. Ada beberapa skenario ke depan:

  1. Mediator Regional dan Global.
    Indonesia dapat menggunakan forum ASEAN untuk memperkuat legitimasi regionalnya, lalu membawa inisiatif itu ke forum global seperti PBB atau Friends for Peace.

  2. Diplomasi Ekonomi dan Humaniter.
    Dengan fokus pada rekonstruksi ekonomi dan bantuan kemanusiaan, Indonesia bisa membangun posisi sebagai mediator yang pragmatis dan diterima semua pihak.

  3. Koalisi Nonblok Baru.
    Jika Friends for Peace berkembang, forum ini bisa menjadi cikal bakal Gerakan Non-Blok baru yang relevan di abad ke-21, dengan Indonesia sebagai salah satu motor penggeraknya.

Sikap Rusia yang menolak NATO tetapi terbuka pada peran Indonesia menunjukkan pergeseran penting dalam dinamika diplomasi global. Indonesia dipandang sebagai aktor netral yang mampu menjembatani konflik besar dunia.

Keterlibatan dalam forum Friends for Peace membuka peluang bagi Indonesia untuk memperkuat posisinya sebagai pemain kunci dalam arsitektur multipolaritas baru. Namun, peluang itu harus diimbangi dengan kehati-hatian dalam menjaga keseimbangan hubungan internasional, agar Indonesia tidak terjebak dalam tarik-menarik kepentingan blok besar dunia.

Dalam dunia yang semakin multipolar, peran negara-negara menengah seperti Indonesia akan semakin penting. Pertanyaannya kini bukan lagi apakah Indonesia akan terlibat, melainkan sejauh mana Indonesia berani mengambil risiko untuk benar-benar menjadi jembatan perdamaian dunia.