Surabaya, 25 Agustus 2025 – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melepas 228 mahasiswa untuk mengikuti Ekspedisi Patriot 2025, sebuah program pengabdian masyarakat yang berfokus pada pemberdayaan kawasan transmigrasi. Para mahasiswa tersebut akan diterjunkan ke 33 lokasi transmigrasi di 17 provinsi selama beberapa bulan ke depan.
Rektor ITS, Prof. Ir. Mochamad Ashari, M.Eng., Ph.D., menjelaskan bahwa program ini merupakan bagian dari kontribusi perguruan tinggi dalam mendukung pemerataan pembangunan. “Ekspedisi Patriot bukan hanya pengabdian masyarakat biasa, melainkan juga bentuk inovasi mahasiswa untuk menghadirkan solusi nyata di daerah transmigrasi,” ujarnya saat upacara pelepasan di kampus ITS, Surabaya, Senin (25/8).
Membawa Misi Inovasi ke Ujung Negeri
Dalam program ini, mahasiswa akan menjalankan berbagai proyek yang berorientasi pada tiga bidang utama:
Pemberdayaan Ekonomi Lokal – Pelatihan kewirausahaan, pengembangan produk pertanian, dan digitalisasi usaha kecil.
Teknologi Tepat Guna – Aplikasi alat sederhana untuk pengolahan hasil tani, sistem irigasi hemat energi, hingga penerapan energi terbarukan.
Pendidikan dan Kesehatan – Pengajaran di sekolah-sekolah, literasi digital, serta kampanye hidup sehat bagi masyarakat transmigrasi.
Ketua Pelaksana Ekspedisi Patriot 2025, Dr. Dian Eka, menambahkan bahwa seluruh peserta sudah mengikuti pembekalan intensif, termasuk pelatihan komunikasi lintas budaya dan manajemen lapangan. “Kami menekankan agar mahasiswa tidak hanya datang membawa program, tetapi juga berbaur dan bekerja sama dengan masyarakat,” jelasnya.
Transmigrasi sebagai Laboratorium Sosial
Wilayah transmigrasi selama ini dihadapkan pada persoalan klasik, seperti keterbatasan infrastruktur, akses pendidikan, dan pelayanan kesehatan. Namun, kawasan ini juga menyimpan potensi besar di bidang pertanian, perikanan, dan energi terbarukan.
Menurut data Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal, dan Transmigrasi, terdapat lebih dari 1.500 kawasan transmigrasi di seluruh Indonesia, yang sebagian besar masih membutuhkan dukungan teknologi dan inovasi.
“Daerah transmigrasi adalah ruang belajar sekaligus ruang pengabdian. Mahasiswa bisa menguji ilmunya di sini, sementara masyarakat bisa mendapatkan manfaat langsung,” kata salah satu dosen pembimbing, Prof. Sri Redjeki.
Suara Mahasiswa di Lapangan
Sejumlah mahasiswa peserta mengaku antusias dengan program ini. Farhan, mahasiswa Departemen Teknik Mesin, mengatakan ia ingin mengaplikasikan teknologi tepat guna yang selama ini dipelajari di kampus. “Kami menyiapkan prototipe mesin pengolah jagung sederhana. Harapannya bisa membantu petani meningkatkan nilai jual hasil panen,” ujarnya.
Sementara itu, Lestari, mahasiswa Departemen Perencanaan Wilayah dan Kota, berharap bisa memberikan edukasi terkait tata kelola lingkungan. “Kami ingin masyarakat transmigrasi punya pola pembangunan desa yang berkelanjutan,” katanya.
Menyulam Asa dari Pinggiran
Ekspedisi Patriot 2025 diharapkan menjadi momentum untuk memperkuat kemandirian masyarakat transmigrasi sekaligus meneguhkan peran perguruan tinggi dalam pembangunan nasional.
“Mahasiswa belajar hidup bersama masyarakat, sementara masyarakat mendapat manfaat inovasi yang dibawa anak muda. Ini sinergi yang saling menguatkan,” ujar Prof. Ashari.
Program ini juga diharapkan dapat menjadi model kolaborasi yang bisa direplikasi di daerah lain. “Transmigrasi tidak boleh lagi hanya dipandang sebagai pemindahan penduduk. Dengan inovasi, transmigrasi bisa menjadi pusat pertumbuhan baru,” tambahnya.