Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Mahasiswa ITS Terjun ke Daerah Transmigrasi Lewat Ekspedisi Patriot 2025

Surabaya, 25 Agustus 2025 – Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) melepas 228 mahasiswa untuk mengikuti Ekspedisi Patriot 2025, sebuah program pengabdian masyarakat yang berfokus...
HomePolitikSeruan "Bubarkan DPR" : Antara Aspirasi Publik, Kritik Pengamat, dan Amarah Wakil...

Seruan “Bubarkan DPR” : Antara Aspirasi Publik, Kritik Pengamat, dan Amarah Wakil Ketua DPR

Jakarta — Menjelang tanggal 25 Agustus 2025, ruang publik diguncang oleh seruan mengejutkan: “Bubarkan DPR”. Ajakan untuk turun ke jalan tersebar masif melalui media sosial, dari grup WhatsApp hingga platform X, dengan narasi meminta Presiden mengeluarkan dekrit untuk membubarkan Dewan Perwakilan Rakyat.

Meski demikian, hingga kini belum ada organisasi resmi seperti BEM SI maupun serikat buruh besar yang mengonfirmasi keterlibatannya. Seruan tersebut datang anonim, memunculkan tanda tanya besar: gerakan nyata atau sekadar hoaks?

Pengamat: “Ide ini harus terus digulirkan”

Pengamat kebijakan publik, Gigin Praginanto, menilai seruan ini tidak bisa dianggap angin lalu. Ia menyebut ide pembubaran DPR layak terus dihidupkan, agar para wakil rakyat sadar diri dan tidak semakin serakah.

“Ide bubarkan DPR harus terus digulirkan. Jangan sampai anggota dewan makin rakus dan hanya memikirkan kepentingan sendiri,” ujar Gigin.

Gerakan Tanpa Tuan Rumah

Di sisi lain, sejumlah kalangan mengingatkan adanya potensi manipulasi. Tanpa penyelenggara resmi, seruan ini rawan menjadi jebakan politik atau disinformasi. Sejumlah analis menyebut cara penyebarannya yang anonim bisa dimanfaatkan pihak berkepentingan untuk memancing kegaduhan nasional.

Wakil Ketua DPR Meledak: “Mental orang tolol sedunia!”

Menanggapi gencarnya desakan bubarkan DPR, Ahmad Sahroni, Wakil Ketua DPR dari Partai NasDem, menyuarakan kritik keras. Menurutnya, masyarakat berhak mengkritik, tetapi ajakan membubarkan lembaga legislatif justru merusak tatanan bernegara.

“Silakan mengkritik DPR, itu hak rakyat. Tapi kalau sudah menyerukan bubarkan DPR, itu berlebihan. Itu mental orang tolol sedunia,” tegas Sahroni.

Ia menambahkan, DPR memegang peran vital dalam demokrasi Indonesia.

“Kalau tidak ada DPR, siapa yang mengawasi pemerintah? Siapa yang membuat undang-undang? Kritik boleh, tapi tetap harus dengan adab dan cara yang beradab,” ujarnya.

Masyarakat Balik Melawan: “Siapa yang Tolol Sebenarnya?”

Pernyataan Sahroni justru memicu gelombang kemarahan publik di media sosial. Banyak warganet menilai sikapnya arogan dan meremehkan rakyat yang kecewa dengan kinerja DPR.

“Kalau rakyat minta DPR dibubarkan, itu tanda kekecewaan. Bukannya dijawab dengan solusi, malah dimaki tolol,” tulis seorang pengguna X.

Ada pula yang menyindir balik Sahroni:

“Yang tolol itu rakyat atau wakil rakyat yang sibuk memperkaya diri sendiri?”

Di beberapa grup diskusi, pernyataan Sahroni bahkan disebut sebagai “bensin” yang bisa memperbesar api kemarahan publik. Alih-alih meredam, komentarnya dianggap memperkuat legitimasi seruan untuk turun ke jalan.

Antara Harapan dan Kekhawatiran

Seruan bubarkan DPR kini menjadi percakapan hangat di tengah masyarakat. Sebagian menilainya sebagai lampu peringatan bagi para anggota dewan yang dianggap semakin jauh dari rakyat. Sebagian lain menilai aksi ini berbahaya, karena bisa menjerumuskan bangsa ke jurang instabilitas politik.

Hingga saat ini, belum jelas apakah demo 25 Agustus benar-benar akan berlangsung atau hanya sekadar gaung di ruang maya. Namun yang pasti, sorotan publik terhadap DPR semakin tajam dan tekanan moral terhadap para wakil rakyat tidak bisa lagi diabaikan.