Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Bupati “Tak Faham Etika Berbangsa Bernegara” Minta Maaf, Klarifikasi Pernyataan Soal Unjuk Rasa Kenaikan PBB-P2

Pati, 8 Agustus 2025 – Bupati Pati Sudewo menyampaikan permintaan maaf kepada warga atas kericuhan yang terjadi pada 5 Agustus 2025, terkait aksi penggalangan...
HomeHukumJejak Gelap di Balik Asap PLTU: Saat Nama Besar Terjerat di Proyek...

Jejak Gelap di Balik Asap PLTU: Saat Nama Besar Terjerat di Proyek Mati Rp 1,3 Triliun

Pagi itu di Mempawah, Kalimantan Barat, kabut masih menggantung di atas laut yang tenang. Di tepi pesisir, berdiri tiang-tiang baja berkarat — sisa proyek ambisius bernama PLTU 1 Mempawah, yang sejak 2008 dijanjikan akan menerangi bumi Borneo. Dua unit pembangkit berkapasitas 2×50 megawatt itu dulu digadang-gadang sebagai solusi defisit listrik di Kalimantan Barat. Namun yang tersisa kini hanya rangka besi dan angka rugi: Rp 1,3 triliun.

Kini, proyek itu kembali mencuat, bukan karena listriknya menyala, melainkan karena kasus dugaan korupsi yang menyeret nama besar: Halim Kalla, pengusaha senior dan adik mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, serta Fahmi Mochtar, mantan Direktur Utama PLN periode 2008–2009.

Proyek yang Tak Pernah Hidup

Awalnya, proyek ini tampak seperti kebijakan energi yang strategis. PLN membuka tender internasional untuk pembangunan PLTU Kalbar-1 pada 2008. Beberapa konsorsium ikut serta, namun pemenangnya justru KSO PT Brantas Abipraya – PT Praba Indopersada – OJSC Power Machines — gabungan entitas yang sebagian besar tidak memenuhi syarat teknis.

Tak lama setelah kontrak diteken, proyek mulai tersendat. Ada perubahan dokumen, penyesuaian jadwal, hingga revisi kontrak yang dilakukan 10 kali. Pekerjaan di lapangan tak sebanding dengan dana yang terus cair. Dari 100 persen rencana, hanya sekitar 57 pekerjaan yang diselesaikan.

“Mesinnya tak pernah beroperasi penuh. Sebagian alat bahkan rusak sebelum sempat dipasang,” kata seorang sumber internal PLN wilayah Kalbar yang dikutip dari laporan penyidikan.

Dugaan Permufakatan Tender

Dari hasil penyidikan Bareskrim Polri, ditemukan indikasi kuat adanya persekongkolan dalam proses lelang. Proyek diduga sudah “diatur” agar dimenangkan oleh pihak tertentu. Setelah pemenang tender ditetapkan, proyek justru dialihkan ke PT Praba Indopersada — perusahaan yang tidak punya kapasitas teknis memadai untuk membangun pembangkit tenaga uap.

“Ini bukan sekadar penyimpangan administrasi, tapi ada indikasi permufakatan yang sistematis,” ujar salah satu penyidik Tipikor Bareskrim.

Dalam dokumen yang beredar, disebutkan pula bahwa spesifikasi alat tidak sesuai (underspec) dan ada pembayaran fiktif terhadap beberapa komponen proyek.

Jejak Uang dan Nama Besar

Kasus ini menjadi sensitif karena menyeret nama Halim Kalla, sosok yang dikenal sebagai pengusaha kawakan di sektor energi dan infrastruktur. Melalui jaringan bisnisnya, Halim disebut memiliki keterkaitan dengan perusahaan yang ikut dalam proyek tersebut.

Namun, sampai saat ini, pihak keluarga Kalla belum memberikan pernyataan terbuka. Pengacara Halim hanya menyebut kliennya siap mengikuti proses hukum dan menegaskan tidak ada keterlibatan langsung dalam pengadaan proyek.

Sementara itu, eks Dirut PLN Fahmi Mochtar diduga terlibat dalam persetujuan dan pengawasan proyek yang tidak sesuai ketentuan. Penelusuran Bareskrim menunjukkan, dalam periode 2008–2016, terjadi aliran dana yang tidak dapat dijelaskan ke beberapa rekening terkait.

TPPU dan Potensi Jaringan Besar

Penyidik kini tak hanya fokus pada tindak pidana korupsi, tapi juga menelusuri dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Pola ini mengindikasikan bahwa sebagian dana proyek diduga dialihkan ke perusahaan-perusahaan lain dalam bentuk investasi, pembelian aset, hingga penyertaan modal terselubung.

“Kalau ini benar terbukti, kasus PLTU Mempawah bisa menjadi salah satu skandal energi terbesar dalam satu dekade terakhir,” kata analis hukum ekonomi dari Universitas Indonesia, Dwi Larasati.

Kegagalan yang Dibayar Publik

Selain kerugian negara, yang paling dirugikan adalah masyarakat Kalimantan Barat sendiri. Hingga kini, wilayah tersebut masih mengalami pasokan listrik yang tak stabil. Beberapa industri kecil bahkan harus menggunakan genset untuk bertahan.

PLTU Mempawah yang diharapkan menjadi solusi, justru menjadi monumen kegagalan tata kelola proyek publik.

“Kalau saja proyek itu berjalan, Mempawah sudah jadi kawasan industri dengan suplai listrik mandiri,” ujar warga setempat yang kini bekerja sebagai buruh di pelabuhan.

Ujian untuk Hukum dan Kekuasaan

Langkah Bareskrim menetapkan Halim Kalla dan Fahmi Mochtar sebagai tersangka merupakan babak baru dalam hubungan antara bisnis besar dan hukum publik. Banyak pihak menilai ini akan menjadi tolok ukur keberanian Polri: apakah hukum akan tetap tajam ke atas, atau berhenti ketika menyentuh lingkar kekuasaan?

Bila proses hukum ini berjalan transparan, maka kasus PLTU Mempawah bisa menjadi momentum pembenahan besar di sektor energi nasional. Namun bila tidak, proyek mangkrak ini hanya akan menjadi simbol bagaimana uang rakyat menguap tanpa pernah menyalakan satu watt pun cahaya.


Analisis Penutup:
Kasus ini bukan sekadar dugaan korupsi proyek listrik. Ia adalah cermin sistem yang sudah lama gelap — di mana proyek strategis dijadikan ladang rente, bukan kepentingan publik.
Dan selama struktur kekuasaan masih memberi ruang bagi persekongkolan bisnis-politik, PLTU Mempawah hanya satu dari banyak bara yang belum padam di tubuh negeri ini.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here