Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Drama Baru Jokowi: Pertemuan Tertutup di Kertanegara, Apa yang Dibahas Jokowi dan Prabowo?

Jakarta — Sabtu siang, Jalan Kertanegara, Jakarta Selatan, tampak tenang seperti biasanya. Namun di balik pagar kediaman Presiden Prabowo Subianto, terjadi pertemuan yang menarik...
HomeNewsSindiran Keras Prabowo: Pemimpin Tak Perlu Senior, Yang Penting Pengabdian, Cinta Tanah...

Sindiran Keras Prabowo: Pemimpin Tak Perlu Senior, Yang Penting Pengabdian, Cinta Tanah Air, Prestasi Bukan Kedekatan

Isyarat Tegas Prabowo: Akhir dari Politik Senioritas di Lingkaran Kekuasaan?

Jakarta – Pidato Presiden Prabowo Subianto pada peringatan HUT ke-80 TNI menyimpan makna yang jauh lebih dalam daripada sekadar pesan seremonial kepada prajurit. Di hadapan para perwira aktif dan purnawirawan, Prabowo menegaskan bahwa kepemimpinan di tubuh TNI — dan secara implisit di pemerintahan — tidak boleh ditentukan oleh senioritas, melainkan oleh prestasi, pengabdian, serta cinta Tanah Air.

“Saya memberi izin kepada Panglima TNI dan kepala staf dalam rangka seleksi kepemimpinan, tidak perlu terlalu memperhitungkan senioritas, yang penting prestasi, pengabdian, cinta tanah air,” ujar Prabowo tegas.

Di bagian lain ia menambahkan, “Tidak ada tempat bagi pemimpin yang tidak kompeten, tidak profesional, dan tidak mengerti tugasnya.”

Pernyataan itu, meski disampaikan dengan nada normatif, mengandung pesan politik yang tajam. Ia muncul di tengah dinamika pemerintahan baru yang masih diwarnai dominasi figur-figur senior dari era Jokowi, termasuk nama Luhut Binsar Pandjaitan — tokoh yang dikenal sebagai perwira senior, tangan kanan Jokowi, dan memiliki peran kuat dalam kebijakan lintas sektor.

Beberapa analis menilai, pernyataan Prabowo itu bisa dibaca sebagai “kode” pergeseran arah kekuasaan, dari pola lama yang bertumpu pada loyalitas dan senioritas menuju sistem meritokrasi yang menekankan kinerja dan kapasitas nyata.

Dalam kacamata politik kekuasaan, ini bisa ditafsirkan sebagai teguran halus terhadap kultur dominasi tokoh-tokoh lama yang selama ini dianggap terlalu mendikte jalannya pemerintahan. Pesan Prabowo seolah menegaskan bahwa di eranya, “yang tua belum tentu utama” jika tidak sejalan dengan semangat profesionalisme dan pengabdian total kepada bangsa.

Meski tidak menyebut nama secara langsung, publik segera mengaitkan pernyataan tersebut dengan Luhut Binsar Pandjaitan, mengingat posisinya sebagai sosok senior di lingkar inti pemerintahan dan figur militer berpengaruh yang kerap menjadi penentu kebijakan strategis.

Jika tafsir ini benar, maka Prabowo sedang mengirim sinyal bahwa masa transisi kekuasaan tidak boleh didominasi bayang-bayang lama. Ia hendak menegaskan otoritasnya sendiri, sekaligus menanamkan budaya baru di lingkungan birokrasi dan militer: loyalitas bukan kepada individu, melainkan kepada negara dan rakyat.

Pesan ini juga mempertegas visi kepemimpinan Prabowo yang kian menonjolkan disiplin, kinerja, dan nasionalisme rasional — nilai yang sudah lama ia suarakan sejak masih memimpin Kopassus.

Bila arah ini konsisten dijalankan, maka pernyataan di HUT TNI itu bisa menjadi titik balik sejarah politik Indonesia, menandai berakhirnya era politik senioritas dan membuka ruang bagi generasi baru pemimpin yang lahir dari kemampuan, bukan kedekatan.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here