Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img
HomeNewsMendagri Tegur Gubernur Protes Pemotongan TKD: Kebocoran, Sejumlah Kepala Daerah Justru Kena...

Mendagri Tegur Gubernur Protes Pemotongan TKD: Kebocoran, Sejumlah Kepala Daerah Justru Kena OTT

Jakarta | Oktober 2025 — Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menegur sejumlah kepala daerah yang memprotes kebijakan pemerintah pusat terkait pemangkasan Transfer ke Daerah (TKD). Menurut Tito, sebagian daerah yang paling keras bersuara justru menunjukkan pola belanja tidak efisien, bahkan diwarnai berbagai kasus korupsi dan operasi tangkap tangan (OTT) dalam beberapa tahun terakhir.

Pemangkasan TKD Dianggap Perlu untuk Efisiensi

Kementerian Dalam Negeri dan Kementerian Keuangan dalam dua tahun terakhir memang melakukan rasionalisasi TKD sebagai bagian dari kebijakan efisiensi fiskal nasional. TKD yang mencakup Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi Khusus (DAK), dan Dana Bagi Hasil (DBH) diarahkan agar lebih produktif dan tidak digunakan untuk belanja yang bersifat seremonial atau konsumtif.

Mendagri Tito Karnavian menegaskan bahwa pemerintah pusat tidak bermaksud “memiskinkan daerah”, melainkan memastikan setiap rupiah digunakan secara efektif.

“Masih banyak anggaran daerah yang dihabiskan untuk perjalanan dinas, rapat, dan proyek-proyek yang tidak berdampak langsung bagi masyarakat. Ini bukan soal pemotongan, tapi perbaikan tata kelola,” ujar Tito dalam sebuah rapat koordinasi di Jakarta, dikutip dari kanal resmi Kemendagri.

Tito juga menyebut bahwa evaluasi terhadap belanja daerah menunjukkan adanya pemborosan di sejumlah provinsi dan kabupaten. Beberapa kepala daerah, katanya, justru terkena kasus hukum karena penyalahgunaan anggaran yang bersumber dari TKD.

Kepala Daerah yang Protes, Justru Terseret Kasus

Data Kemendagri mencatat, sejak 2017 hingga 2024, sedikitnya lebih dari 250 kepala daerah — baik gubernur, bupati, maupun wali kota — terjerat OTT Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Sebagian besar kasus tersebut terkait pengelolaan APBD, proyek infrastruktur, hingga penggunaan dana transfer pusat.

Salah satu contoh yang pernah mencuat adalah kasus OTT terhadap Gubernur Kepulauan Riau, Nurdin Basirun, yang tertangkap KPK pada 2019 terkait izin reklamasi.
Kasus serupa juga menimpa Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah, pada 2024, yang kemudian membuat Mendagri harus menunjuk Wakil Gubernur sebagai pelaksana tugas (Plt) agar roda pemerintahan tidak terhenti.

“Fenomena ini menjadi pelajaran bagi semua kepala daerah untuk memperbaiki tata kelola. Kita ingin daerah menjadi efisien, bukan sekadar ramai di media karena protes anggaran,” ujar seorang pejabat di Direktorat Jenderal Keuangan Daerah Kemendagri.

Akar Masalah: Ketergantungan dan Pola Belanja Lama

Menurut pengamat kebijakan publik dari Universitas Gadjah Mada, Dr. Sigit Pamungkas, protes sebagian kepala daerah terhadap pemotongan TKD menunjukkan masih tingginya ketergantungan terhadap dana pusat. Padahal, desentralisasi fiskal menuntut daerah menggali sumber pendapatan asli daerah (PAD) dan menekan belanja tidak produktif.

“Masalahnya bukan di jumlah dana, tapi di cara mengelolanya. Banyak daerah yang belanjanya masih pola lama: seremonial tinggi, proyek kecil-kecil tapi tidak berdampak. Ketika TKD disesuaikan, mereka panik,” kata Sigit.

Ia menilai langkah Mendagri menegur kepala daerah adalah bagian dari pembenahan fiskal nasional agar anggaran lebih transparan dan terukur.

Respons Daerah: Tak Semua Setuju

Beberapa kepala daerah diketahui menyampaikan ketidakpuasan atas kebijakan pemangkasan TKD. Mereka menilai, penyesuaian itu membuat ruang fiskal daerah semakin sempit, terutama untuk proyek pelayanan publik. Namun, sebagian lainnya justru mendukung kebijakan tersebut.

Seorang gubernur di luar Jawa, yang enggan disebut namanya, mengakui bahwa efisiensi memang perlu, tetapi meminta pemerintah pusat lebih bijak dalam menetapkan indikator kinerja daerah.

“Kami paham semangat efisiensi, tapi jangan sampai pembangunan di daerah terhambat hanya karena pemotongan yang terlalu besar,” katanya.

Mendagri Tegaskan: Fokus pada Akuntabilitas

Menanggapi berbagai reaksi itu, Mendagri Tito Karnavian menegaskan bahwa kebijakan efisiensi tidak bisa dinegosiasikan. Daerah diminta untuk memperbaiki perencanaan anggaran, mengurangi kegiatan nonprioritas, dan memperkuat pengawasan internal.

“Kalau daerah bisa menunjukkan kinerja dan transparansi yang baik, TKD tidak akan jadi masalah. Tapi kalau masih boros dan tidak akuntabel, pusat akan menilai ulang. Kita tidak ingin lagi ada kepala daerah kena OTT karena uang rakyat dipakai bukan untuk rakyat,” tegasnya.

Konteks Lebih Luas

Langkah Kemendagri ini sejalan dengan reformasi fiskal nasional yang dicanangkan Kementerian Keuangan, di mana setiap tahun dilakukan penyesuaian TKD berbasis kinerja (performance-based transfer).
Pemerintah berharap, dengan pengawasan yang lebih ketat dan alokasi yang lebih tepat sasaran, kasus korupsi daerah bisa menurun, dan pembangunan di luar Jawa bisa lebih merata.

Kesimpulan

  1. Mendagri menegur kepala daerah agar lebih efisien dan tidak boros dalam menggunakan dana TKD.

  2. Kenyataan di lapangan, masih banyak daerah yang bermasalah secara tata kelola hingga berujung OTT.

Pesan besarnya: kebijakan fiskal tidak semata soal nominal, tapi soal akuntabilitas dan integritas.

#Mendagri #TitoKarnavian  #TKD #OTTKepalaDaerah #GoodGovernance

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here