Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Mahfud Bongkar Modus Ekonomi & Sindir Luhut Lewat Purbaya: “3,5 Ton Emas dalam Satu Kasus”

JAKARTA — Dalam podcast Terus Terang, Mahfud MD mengungkap sejumlah tuduhan serius terkait praktik ekonomi dan korupsi yang belum pernah diungkap ke publik sebelumnya....
HomeHukum“Dihukum karena Kaya, Dimaafkan karena Berkuasa: Skandal di Balik Hibah Rp10 Triliun...

“Dihukum karena Kaya, Dimaafkan karena Berkuasa: Skandal di Balik Hibah Rp10 Triliun Surya Darmadi”

Oleh Tim Kabar Indonesia

JAKARTA — Tawaran Surya Darmadi untuk menghibahkan aset senilai Rp10 triliun di Kalimantan kepada lembaga Danantara memunculkan pertanyaan publik: mengapa kasusnya ditangani lewat pengadilan Tipikor, sementara ratusan perusahaan lain dengan pelanggaran serupa diselesaikan hanya lewat denda administratif?

Jejak Sang Raja Sawit dan Perampasan Lahan di Riau

Surya Darmadi, pemilik grup Darmex Agro dan PT Duta Palma, divonis bersalah dalam kasus korupsi alih fungsi lahan di Kabupaten Indragiri Hulu, Riau.
Majelis Hakim Tipikor Jakarta menilai, tindakannya membuka ribuan hektare kebun kelapa sawit tanpa izin resmi, serta menghindari kewajiban negara atas pajak dan retribusi lingkungan. Total kerugian negara ditaksir mencapai Rp86,5 triliun, termasuk kerugian ekologis akibat deforestasi dan hilangnya kawasan resapan air.

Namun, dibandingkan Surya, sejumlah korporasi besar lain di sektor perkebunan justru mendapat perlakuan lunak.

Mereka yang Diselesaikan “Secara Administratif”

Menurut data Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), hingga 2024 terdapat 177 perusahaan sawit yang terbukti membuka lahan di kawasan hutan tanpa izin. Dari jumlah itu, hanya 5 perusahaan yang dibawa ke ranah pidana.
Sisanya, diselesaikan lewat mekanisme administratif: membayar denda, menandatangani perjanjian pemulihan lingkungan, atau menyerahkan sebagian lahan kepada negara.

Beberapa nama yang disebut oleh sumber internal KLHK antara lain:

  • PT Borneo Indah Gemilang (Kalimantan Tengah) — membuka 12.000 hektare tanpa izin, diselesaikan dengan denda Rp220 miliar dan kewajiban reboisasi.

  • PT Sawit Makmur Sejahtera (Kalimantan Barat) — 9.800 hektare hutan produksi diubah jadi kebun sawit; cukup dengan kompensasi Rp175 miliar.

  • PT Rokan Jaya Palma (Riau) — pelanggaran serupa dengan Duta Palma, tapi hanya dikenai sanksi administratif.

  • PT Kencana Alam Nusantara (Sumatera Selatan) — denda Rp98 miliar, tanpa proses pidana.

Kasus Surya berbeda: ia dijerat pasal korupsi karena disebut berhubungan dengan pejabat daerah dan memperkaya diri secara pribadi. Di sinilah muncul celah ketidakadilan.

Ketimpangan Penegakan Hukum

Surya Darmadi berulang kali menegaskan bahwa ia tidak sendirian melakukan pelanggaran izin lahan. Namun, hanya dirinya yang dijadikan contoh lewat Tipikor.
Pengacaranya bahkan menuding, “Ada perlakuan diskriminatif. Klien kami dihukum, yang lain cukup bayar denda.”

Sumber hukum di Kejaksaan Agung mengonfirmasi bahwa penyelesaian administratif sering digunakan “demi kepentingan ekonomi nasional”. Pemerintah memilih menarik penerimaan negara daripada memperpanjang proses hukum, apalagi jika perusahaan masih beroperasi dan menyerap tenaga kerja.

Padahal, menurut data KPK, kerugian negara akibat alih fungsi lahan ilegal mencapai Rp 140 triliun per tahun — sebagian besar dari pajak dan royalti yang tidak dibayar.

Hibah Rp10 Triliun: Kompensasi atau Pemutihan?

Langkah Surya Darmadi menghibahkan aset Rp10 triliun melalui Danantara diklaim sebagai bentuk tanggung jawab moral dan upaya memulihkan kerusakan lingkungan.
Namun, kalangan hukum menilai langkah itu justru bisa membuka pintu bagi praktik “pemutihan terstruktur” — di mana pelaku pelanggaran besar bisa menukar dosa hukum dengan aset atau kompensasi.

“Jika dibiarkan, ini bisa jadi preseden: koruptor cukup menyerahkan sebagian harta, lalu semua dianggap selesai,” kata seorang pakar hukum lingkungan Universitas Indonesia.

Sementara KLHK menyebut hibah itu masih dikaji. “Kita akan lihat dulu kesesuaian legalnya, karena aset tersebut masih terkait perkara,” ujar pejabat KLHK.

Kesimpulan: Kekayaan Alam, Kekuasaan, dan Ketimpangan Keadilan

Kasus Surya Darmadi memperlihatkan wajah buram penegakan hukum sumber daya alam di Indonesia: keras terhadap individu, tapi lunak terhadap sistem.
Perusahaan yang punya akses politik bisa “membeli keadilan” lewat mekanisme administratif, sedangkan yang kehilangan perlindungan politik harus menanggung vonis korupsi.

Dalam lanskap yang lebih luas, perampasan kekayaan alam Indonesia terus berlanjut — di balik jargon investasi hijau dan reboisasi berkelanjutan.
Dan hibah Rp10 triliun Surya Darmadi, jika tak diawasi ketat, bisa menjadi simbol baru bagaimana “pencurian hutan” diakhiri dengan donasi, bukan penegakan hukum.”

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here