Become a member

Get the best offers and updates relating to Liberty Case News.

― Advertisement ―

spot_img

Gestur Kecil, Makna Besar: Etika di Balik Momen Dorongan Airlangga ke Dedi Mulyadi

Karawang - Sebuah video berdurasi beberapa detik menjadi bahan perbincangan publik.Dalam tayangan itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tampak mendorong Dedi Mulyadi saat hendak berfoto...
HomeEconomyGestur Kecil, Makna Besar: Etika di Balik Momen Dorongan Airlangga ke Dedi...

Gestur Kecil, Makna Besar: Etika di Balik Momen Dorongan Airlangga ke Dedi Mulyadi

Karawang – Sebuah video berdurasi beberapa detik menjadi bahan perbincangan publik.
Dalam tayangan itu, Menko Perekonomian Airlangga Hartarto tampak mendorong Dedi Mulyadi saat hendak berfoto bersama Jusuf Kalla (JK) dalam sebuah acara di Karawang.
Sekilas, gestur itu sederhana — sebuah dorongan kecil agar posisi foto tertata rapi.
Namun di era digital, gestur sekecil apa pun kini punya daya politik yang besar.

Jika Dedi Tak Menyadari Kehadiran JK

Bila Dedi Mulyadi tidak tahu bahwa di belakangnya ada Jusuf Kalla, maka peristiwa ini hanyalah kekeliruan posisi spontan.
Dalam situasi formal, apalagi di tengah kerumunan pejabat dan kamera, wajar bila seseorang berdiri tanpa sempat memperhatikan tata letak di belakangnya.
Dalam konteks itu, tindakan Airlangga bisa dimaknai sekadar pengingat atau penyesuaian protokoler, bukan dorongan dalam arti emosional.
Ekspresi Dedi yang tenang dan tidak menunjukkan reaksi keras juga memperkuat kesan bahwa ia tidak merasa tersinggung.

Namun Jika Dedi Sadar Ada Jusuf Kalla di Belakangnya

Cerita berubah total jika Dedi memang tahu bahwa mantan Wakil Presiden RI berada tepat di belakangnya.
Dalam tradisi sosial dan politik Indonesia, ada etika kepantasan yang tidak tertulis:
yang lebih muda, atau yang jabatannya lebih rendah, harus memberi ruang kepada tokoh yang lebih senior — apalagi sosok sekelas Jusuf Kalla.
Jika Dedi tetap berdiri di depan meski sadar posisi itu, maka bisa muncul kesan bahwa ia melupakan adab kepatutatan yang menjadi bagian dari nilai budaya politik kita.

Antara Etika dan Gestur Kekuasaan

Namun, sisi lain juga tak kalah menarik: cara Airlangga menyentuh dan mendorong Dedi di depan publik bisa dipersepsikan berbeda.
Bagi sebagian orang, itu tampak sebagai tindakan spontan yang tanpa maksud buruk.
Bagi yang lain, itu justru memperlihatkan gestur kekuasaan, semacam refleks dari budaya hirarkis yang masih kuat di kalangan elite politik.

Gestur kecil seperti itu sering kali menjadi cermin relasi kuasa — siapa yang merasa lebih berhak berada di posisi depan, siapa yang harus menyingkir dengan cepat.
Dalam politik, simbol visual seperti ini lebih berbicara daripada seribu kata.

Pelajaran dari Peristiwa Singkat Ini

Apapun tafsirnya, video ini mengajarkan satu hal penting:
adab dan persepsi publik kini berjalan seiring.
Sikap sopan, gestur tubuh, bahkan arah pandangan mata bisa menjadi indikator karakter dan kepemimpinan di mata rakyat.

Bagi pejabat publik, menjaga perilaku di depan kamera bukan lagi soal pencitraan — tapi soal konsistensi moral dan kebijaksanaan simbolik.

Penutup

Peristiwa di Karawang mungkin hanya sepersekian detik dari ribuan agenda pejabat setiap tahun.
Namun, di era media sosial, setiap detik bisa menjadi tafsir panjang tentang adab, kuasa, dan karakter bangsa.
Dan di antara tafsir itu, masyarakat menilai bukan dari seberapa keras dorongan itu, melainkan seberapa halus budi seorang pemimpin saat menghadapi situasi sekecil apa pun.

LEAVE A REPLY

Please enter your comment!
Please enter your name here