JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak dikenal sebagai pejabat yang tidak pernah tersandung kasus pidana sepanjang kariernya di Kejaksaan maupun di lembaga antirasuah. Namun, di balik catatan hukum yang bersih itu, rekam moral dan etikanya menuai banyak sorotan publik.
Karier Panjang Tanpa Catatan Hukum
Johanis Tanak memulai karier di Kejaksaan Agung sejak tahun 1989 dan menempuh berbagai jabatan penting: dari Kepala Kejaksaan Negeri Karawang hingga Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Selama masa tugasnya, tidak ada satu pun keputusan hukum yang menyatakan dirinya bersalah dalam perkara pidana maupun disiplin.
Namun, sejumlah kejadian di lapangan menimbulkan pertanyaan tentang komitmen etik dan integritasnya sebagai aparat penegak hukum.
Tekanan Politik dan Kompromi Etik
Salah satu peristiwa paling disorot terjadi ketika Johanis menjabat Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah. Ia sempat dipanggil Jaksa Agung HM Prasetyo setelah menetapkan tersangka terhadap mantan Gubernur Sulawesi Tengah HB Paliudju—kader partai politik yang memiliki kedekatan dengan elite kekuasaan.
Dalam keterangannya di depan Panitia Seleksi Capim KPK, Johanis mengaku mendapat tekanan untuk menghentikan perkara tersebut. Publik menilai, meski ia tidak menyerah pada tekanan hukum, keputusannya kemudian dinilai terlalu hati-hati dan menunjukkan sikap kompromis terhadap kekuatan politik.
Sorotan Saat di KPK
Memasuki KPK, Johanis kembali terseret dalam beberapa polemik. Salah satunya adalah komunikasi pribadinya dengan pejabat Kementerian ESDM, Idris Froyoto Sihite, yang saat itu sedang diperiksa dalam kasus dugaan korupsi tunjangan kinerja. Dewan Pengawas memang memutuskan bahwa Johanis tidak terbukti melanggar etik, namun publik menilai peristiwa tersebut mencoreng citra lembaga antikorupsi yang seharusnya steril dari konflik kepentingan.
Kritik juga muncul dari Indonesia Corruption Watch (ICW) yang menyebut Johanis sebagai “figur bermasalah secara integritas” ketika kembali terpilih sebagai pimpinan KPK periode 2024–2029. ICW menilai, rentetan sikap dan keputusan Johanis kerap menunjukkan lemahnya sensitivitas etik seorang pejabat penegak hukum.
Moralitas di Tengah Kekuasaan
Kontroversi terbaru muncul setelah Johanis terlihat hadir dalam satu acara publik bersama seorang saksi kasus korupsi pengadaan mesin EDC Bank BRI. Meski juru bicara KPK menyatakan pertemuan itu berlangsung dalam forum umum dan bukan dalam konteks penyidikan, publik kembali mempertanyakan batas etik seorang pimpinan lembaga antikorupsi yang berinteraksi dengan pihak terperiksa.
“Secara hukum dia memang bersih. Tapi ukuran integritas bukan hanya soal tidak korupsi, melainkan bagaimana menjaga jarak dari potensi benturan kepentingan,” ujar salah satu pengamat hukum antikorupsi dari Universitas Indonesia.
Permasalahan Hukum & Etika yang Muncul
1. Larangan Hubungan dengan Pihak Perkara (UU KPK)
Berdasarkan Pasal 36 huruf (a) UU KPK (Perubahan 2019): “Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi dilarang mengadakan hubungan langsung atau tidak langsung dengan tersangka atau pihak lain yang ada hubungan dengan perkara tindak pidana korupsi yang ditangani KPK”. Liputan6+2Pikiran Rakyat Koran+2
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 158/PUU-XXII/2024 mempertegas ketentuan tersebut, terkait independensi KPK. Liputan6+1
Kritik dari pihak eks penyidik dan pengamat menyebut bahwa kehadiran Tanak dalam forum yang juga dihadiri saksi berpotensi melanggar larangan itu, bahkan jika disajikan sebagai acara terbuka atau edukatif. Jawa Pos+2tirto.id+2
2. Persepsi Konflik Kepentingan & Independensi
Kritik menyatakan bahwa meskipun forum diklaim terbuka, kehadiran pimpinan KPK bersama saksi perkara bisa menimbulkan konflik kepentingan atau minimal persepsi bahwa ada kedekatan yang tidak pantas. tirto.id+2Liputan6+2
Eks penyidik KPK, Praswad Nugraha, mendesak agar Dewan Pengawas (Dewas) KPK memeriksa Johanis terkait dugaan pertemuan ini. Jawa Pos+1
Argumen kritis: “lebih baik mencegah pertemuan daripada harus membantah setelah adanya pertemuan.” Jawa Pos
3. Pembelaan & Klarifikasi dari KPK / Johanis
Pihak KPK mengatakan bahwa acara tersebut bersifat terbuka untuk umum dan Tanak hadir sebagai narasumber untuk edukasi antikorupsi. tirto.id+2Liputan6+2
Johanis Tanak berargumen bahwa kehadirannya “telah mendapat persetujuan pimpinan KPK lainnya” dan bahwa acuan aturan dilanggar kalau hadir tanpa kepentingan dinas dan tanpa persetujuan pimpinan. tirto.id
KPK juga menyebut bahwa dalam kasus EDC, sudah ada penyitaan uang senilai sekitar Rp 65 miliar dari vendor proyek EDC yang tengah ditangani. tirto.id
KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus EDC BRI: Indra Utoyo, Catur Budi Harto, Dedi Sunardi, Elvizar, Rudy Suprayudi Kartadidjaja. tirto.id+1
Kesimpulan
Kasus yang menjadi sorotan adalah pengadaan mesin EDC BRI dan kehadiran Johanis Tanak bersama saksi (Ngatari) dalam satu forum publik, yang dianggap oleh sebagian kalangan sebagai potensi pelanggaran etika dan larangan UU KPK terhadap pimpinan KPK berhubungan dengan pihak terkait perkara.
Pihak KPK dan Johanis memberikan pembelaan bahwa kehadirannya adalah bagian dari tugas pencegahan dan edukasi, dalam forum terbuka, serta dengan persetujuan pimpinan lain.
Belum ada (setidaknya dari berita terkini) putusan resmi bahwa Johanis melanggar UU atau kode etik dalam konteks pertemuan ini — namun kasus ini memicu permintaan penyelidikan dari Dewan Pengawas KPK dan kritik dari eks penyidik.
Catatan Akhir
Johanis Tanak tidak pernah tersangkut perkara pidana—dan secara hukum, ia bisa disebut bersih. Namun, di mata publik, citra moral dan etiknya justru lemah. Dari tekanan politik di masa lalu, komunikasi tak pantas dengan pihak berperkara, hingga kehadiran di forum yang menimbulkan kesan konflik kepentingan, semuanya membentuk gambaran seorang pejabat yang mungkin taat aturan, tetapi gagal menjaga marwah etik lembaga yang ia wakili.
Profil Singkat Johanis Tanak
Nama: Johanis Tanak Antara News+1
Lahir: 23 Maret 1961 Antara News
Asal: Toraja Utara Antara News
Karier:
Memulai karier di Kejaksaan Agung sejak 1989. Antara News
Pernah menjabat Kepala Seksi Pidana Umum di Kefamenanu, NTT; Kasi Tata Usaha Negara, Jaksa Agung; Kepala Kejaksaan Negeri Karawang; Kepala Kejaksaan Tinggi Sulawesi Tengah; Direktur Tata Usaha Negara di Kejagung; Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi; dll. Antara News+2Kabar24+2
Posisi di KPK:
Terpilih sebagai Wakil Ketua KPK periode 2019–2024. Antara News+1
Kembali terpilih Wakil Ketua KPK periode 2024–2029. Antara News+1
Harta Kekayaan: Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) terakhir menunjukkan Johanis memiliki harta sekitar Rp 11,211,550,499 (sekitar Rp11,2 miliar) dengan rincian tanah, bangunan, kendaraan, kas, dll. Antara News





