Jakarta, 13 Oktober 2025 – Presiden Prabowo Subianto memimpin rapat kabinet bersama Wakil Presiden Gibran Rakabuming dan sejumlah menteri di kediamannya di Jalan Kertanegara IV, Jakarta Selatan, pada Minggu (12/10/2025) malam.
Menurut Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi, rapat tersebut berfokus pada pembahasan stabilitas sistem keuangan nasional dan evaluasi pelaksanaan kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang telah berlaku sejak Maret 2025.
“Langkah ini diambil untuk menilai sejauh mana efektivitas aturan tersebut dalam mendorong optimalisasi devisa negara dari kegiatan ekspor,” ujar Prasetyo usai pertemuan.
Ia menegaskan bahwa rapat kali ini tidak membahas proyek kereta cepat Jakarta–Bandung (Whoosh) maupun persoalan pembiayaannya yang tengah menjadi sorotan publik.
“Malam ini tidak, Whoosh bukan salah satu pembahasan malam ini,” katanya.
Kajian Pendanaan Alternatif Proyek Whoosh
Meski tidak dibahas dalam rapat, Prasetyo menjelaskan bahwa pemerintah telah beberapa kali membicarakan skema pendanaan alternatif untuk proyek kereta cepat. Tujuannya agar beban keuangan proyek tidak membebani Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Beberapa waktu yang lalu juga sudah dibicarakan untuk mencari skema agar beban keuangan [utang Whoosh] itu bisa dicarikan jalan keluar,” jelasnya.
Prasetyo menilai keberadaan Whoosh telah membawa dampak positif bagi mobilitas masyarakat dan ekonomi kawasan. Karena itu, pemerintah berencana memperluas jalur Whoosh hingga Surabaya.
“Whoosh sangat membantu aktivitas masyarakat, terutama mobilitas dari Jakarta ke Bandung. Kita ingin ini berkembang hingga Jakarta–Surabaya,” tandasnya.
Menkeu Tegas Tolak APBN Tanggung Utang KCIC
Sebelumnya, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menegaskan bahwa APBN tidak akan menanggung utang proyek Kereta Cepat Jakarta–Bandung (KCJB) yang dikelola PT KCIC.
Ia menilai, perusahaan holding Danantara sebagai induk KCIC seharusnya memiliki mekanisme pendanaan mandiri, apalagi kini dividen BUMN sudah langsung masuk ke Danantara dengan nilai mencapai Rp80 triliun.
“Harusnya mereka ke situ, jangan ke kita lagi. Kalau tidak, semua kembali ke APBN. Termasuk dividennya,” ujar Purbaya dalam acara Media Gathering APBN 2026 (10/10/2025).
Menurutnya, pemisahan antara keuangan pemerintah dan entitas swasta harus ditegakkan.
“Jangan kalau untung jadi swasta, kalau rugi dibebankan ke pemerintah,” pungkasnya.
Negosiasi dengan China Masih Berlangsung
Sementara itu, CEO Danantara Rosan Perkasa Roeslani mengungkapkan bahwa negosiasi dengan pihak China terkait pembagian beban atas pembengkakan biaya (cost overrun) proyek KCJB atau Whoosh masih terus berlangsung.
Rosan menjelaskan bahwa proses tersebut tidak hanya melibatkan pemerintah China, tetapi juga lembaga perencanaan nasional mereka, National Development and Reform Commission (NDRC), untuk mendapatkan persetujuan resmi.
“Negosiasi masih berjalan, bukan hanya dengan pemerintah China, tetapi juga dengan NDRC karena mereka yang memberikan izin,” kata Rosan.
Rosan menambahkan, pihaknya berupaya mencari formulasi terbaik agar proyek strategis nasional ini dapat beroperasi secara berkelanjutan tanpa menambah beban fiskal pemerintah Indonesia.





